Jumat, 19 Juni 2020

Ulasan Buku “Critical Eleven” Karya Ika Natassa



Ulasan Buku “Critical Eleven” Karya Ika Natassa

 

Pada bagian pertama aku akan menceritakan darimana aku mendapatkan novel itu. Beberapa hari yang lalu sekitar tanggal hari Senin tanggal 15 Juni 2020 aku main ke rumah teman dan aku melihat sebuah novel tergeletak di atas mejanya. Aku segera mengambilnya dan meminjamnya. Jadi, novel itu adalah hasil meminjam dari teman.

Saat awal aku membaca novel itu aku disambut oleh kalimat berbahasa Inggris yang kemudia disusul dengan bahasa Indonesia. Jadi, novel ini ditulis dalam campuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Mengapa aku menyoroti soal penggunaan bahasa? Karena aku merasa tertantang untuk memahami rangkaian kalimat menggunakan bahasa asing.


Novel ini bercerita tentang seorang perempuan yang bekerja sebagai konsultan di sebuah perusahaan bernama Anya dan seorang laki-laki bernama Ale. Kisah mereka dimulai di sebuah penerbangan menuju Sydney. Mereka berbincang-bincang selama penerbangan dan bertukar nomor hp, meskipun Anya sempat tertidur tanpa sadar di pundak Ale.  Sebulan kemudia Ale menghubungi Anya dan bertemu di Jakarta. Setelah seminggu bertemu mereka memutuskan untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Pekerjaan Ale sebagai tukang minyak di tengah lautan membuat dia tidak selalu bisa berkomunikasi dengan Anya. Meski begitu Ale tetap berusaha untuk menghubungi Anya. Ale yang mulanya lebih senang menghabiskan waktu liburannya untuk bepergian ke berbagai tempat , semenjak ada Anya dia jadi lebih sering pulang ke Jakarta. Satu tahun setelah masa pacaran, Anya menerima lamaran dari Ale yang dilakukan di dalam mobil saat perjalanan mengantar Ale ke bandara disaksikan oleh Pak Sudi, supir Ale. Anya secara sadar menerima lamaran Ale dan selalu menunggu kedatangan Ale. Hari pernikahanpu  digelar. Ijab kabul diucapkan dengan lantang dan lancar oleh Ale. Anya tersenyum penuh kebahagiaan setelah Ale selesai mengucapkan Ijab kabul.

Setelah menikah Ale membawa Anya ke rumah yang telah dipersiapkannya untuk Anya dan keluarga kecilnya. Kehamilan pertama Anya menjadi kebahagiaan yang tak terkira bagi Anya dan Ale. Setiap Ale sedang libur, ia menyempatkan waktu mendesain kamar untuk anaknya. Ale dan Anya berdiskusi bersama menentukan denah kamar calon anak mereka. Bayi yang dikandung Anya sangat aktif menendang-nendang. Anya yang sedang hamil tetap melakukan pekerjaannya sebagai konsultan dan melakukan pekerjaannya yang sering juga memerlukan ijin terbang dan pemeriksaan sebelum terbang dan sesuai tiba di bandara. Ale dari telefon sesekali bercakap-cakap dengan bayinya. Ketika Ale datang ia mendekatkan telingannya ke perut Anya dan merasakan tendangan si bayi. Benar-benar membahagiakan. Anya sudah terbiasa dengan keaktivan si bayi sehingga ketika  beberapa kali si bayi berhenti menendang-nendang ia merasa gundah dan memeriksakan diri ke dokter.

Berita dari dokter menjadi awal kesedihan dan ujian bagi Anya dan Ale. Bayi dalam kandungan Anya meninggal sebelum ia sempat terlahir ke dunia. Anya tetap melahirkan dengan normal. Ale menyambut bayi kecil tanpa tangis dan tendangan-tendangan seperti saat masih di dalam perut. Ale memberikan azan dan memakaikan kain kafan untuk anaknya yang memiliki nama panggilan Aidan. Kelahiran dan kepergian Aidan membuat mereka sedih. Suatu malam tanpa sengaja Ale menyakiti hati Anya dengan berkata bahwa Aidan akan bisa hidup jika Anya tidak sibuk dengan pekerjaannya. Sejak saat itu Anya memilih untuk pisah kamar dengan Ale. Anya merasakan kepercayaannya pada Ale mulai menghilang. Ia merindukan Ale yang dulu. Ia merasa Tuhan sudah memberikan sesuai keinginannya, namun Anya lupa minta kepada Tuhan untuk memberikan suami yang tidak menyalahkan anaknya ketika anak yang dilahirkan meninggal. Tanpa memberitahu Ale, Anya tidur di lantai di kamar Aidan. Kemanapun Anya pergi ia selalu membawa sepasang pakaian Aidan. Anya diliputi rasa bersalah dan kesedihan juga marah kepada Tuhan. Tanpa diketahui Anya pula, Ale selalu menyempatkan waktu mengunjungi makam Aidan. Setiap melihat keluarga kecil dengan seorang anak laki-laki, Ale membayangkan bisa bermain bersama Aidan.  Hari ulang tahun Ale tiba dan keluarga Ale merencanakan memberikan pesta kejutan. Anya yang masih sakit hati dengan ucapan Ale tetap  mengikuti rencana adik-adiknya Ale. Ia berusaha terlihat biasa-biasa saja di depan keluarga Ale. Anya memberikan jam tangan sebagai kado untuk suaminya. Jauh di dalam lubuk hati, Anya masih menganggap Ale sebagai lelaki yang terbaik yang ia cintai. Waktu terus berjalan dan Anya masih belum bisa mempercayai Ale. Ale resah dan sangat merindukan segala sesuatu tentang Anya. Ale sangat mencintai istrinya. Tibalah di suatu malam, mereka berdua akhirnya menceritakan segala sesuatu yang selama ini mengganjal hubungan mereka. Percakapan malam itu ternyata belum bisa mengembalikan keadaan seperti semula. Anya mulai sadar bahwa dirinya masih membutuhkan Ale ketika Ale tertimpa benda berat di parkiran Mall. Anya yang sedang makan malam bersama kedua sahabat karibnya langsung mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Anya senang mendengar kabar Ale baik-baik saja.

Mereka berdua pulang bersama-sama ke rumah. Keesokan harinya, Anya pergi ke makam Aidan setelah sekian lama Anya tidak mengunjungi makam anaknya diantar oleh Pak Sudi. Pak Sudi menelfon Ale dan menyampaikan bahwa Anya berkunjung ke makan Aida. Mendengar hal itu, Ale berusaha menyusul Anya ke makam. Ia bertekad menemani Anya dan menguatkan Anya melihat makam anaknya. Keadaan mulai membaik dan Anya hamil kedua kalinya. Anya kembali merasakan kebahagiaan dan menerka-nerka ekspresi Ale mendengar kabar itu.

Novel itu berhasil membuatku baper dan berimajinasi. Ceritanya memberikan gambaran tentang sebuah asal muasal permasalahan dalam kehidupan rumah tangga. Cerita yang dibuat dengan sudut pandang Ale dan Anya membuat aku memahami jalan pikiran masing-masing tokoh. Tanggapan masing-masing tokoh terhadap permasalahan dan langkah-langkah yang mereka tempuh untuk menyelesaikan masalah. Critical Eleven  adalah keadaan penting dan rawan pada pesawat yaitu pada 3 menit saat akan lepas landas dan 11 menit saat akan mendarat. Sang penulis Ika Natassa mampu menganalogikan momen itu dalam sebuah perjalanan percintaan. Novel ini diakhiri dengan definisi perjalanan dalam berbagai makna dan kalimat penutup dari si penulis.

Novel ini sangat bagus dan bisa dibaca oleh setiap pasangan muda yang hendak menikah sebagai gambaran tentang lika-liku berumah tangga. Sekaligus memotivasi baik perempuan dan laki-laki untuk terus berusaha menjadi yang terbaik bagi keluarga mereka.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tutur Tulis Menjelang Akhir 2022

  Hai,  Selamat datang kembali di sini.  Sudah lama ya kamu tidak meninggalkan jejak di sini.  Rasanya ingin menanyakan banyak hal padamu ta...