Ulasan Buku “Critical Eleven” Karya Ika Natassa
Pada bagian pertama aku akan
menceritakan darimana aku mendapatkan novel itu. Beberapa hari yang lalu
sekitar tanggal hari Senin tanggal 15 Juni 2020 aku main ke rumah teman dan aku
melihat sebuah novel tergeletak di atas mejanya. Aku segera mengambilnya dan
meminjamnya. Jadi, novel itu adalah hasil meminjam dari teman.
Saat awal aku membaca novel itu
aku disambut oleh kalimat berbahasa Inggris yang kemudia disusul dengan bahasa
Indonesia. Jadi, novel ini ditulis dalam campuran bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia. Mengapa aku menyoroti soal penggunaan bahasa? Karena aku merasa tertantang
untuk memahami rangkaian kalimat menggunakan bahasa asing.
Setelah menikah Ale membawa Anya
ke rumah yang telah dipersiapkannya untuk Anya dan keluarga kecilnya. Kehamilan
pertama Anya menjadi kebahagiaan yang tak terkira bagi Anya dan Ale. Setiap Ale
sedang libur, ia menyempatkan waktu mendesain kamar untuk anaknya. Ale dan Anya
berdiskusi bersama menentukan denah kamar calon anak mereka. Bayi yang dikandung
Anya sangat aktif menendang-nendang. Anya yang sedang hamil tetap melakukan
pekerjaannya sebagai konsultan dan melakukan pekerjaannya yang sering juga memerlukan
ijin terbang dan pemeriksaan sebelum terbang dan sesuai tiba di bandara. Ale
dari telefon sesekali bercakap-cakap dengan bayinya. Ketika Ale datang ia
mendekatkan telingannya ke perut Anya dan merasakan tendangan si bayi. Benar-benar
membahagiakan. Anya sudah terbiasa dengan keaktivan si bayi sehingga ketika beberapa kali si bayi berhenti
menendang-nendang ia merasa gundah dan memeriksakan diri ke dokter.
Berita dari dokter menjadi awal
kesedihan dan ujian bagi Anya dan Ale. Bayi dalam kandungan Anya meninggal
sebelum ia sempat terlahir ke dunia. Anya tetap melahirkan dengan normal. Ale menyambut
bayi kecil tanpa tangis dan tendangan-tendangan seperti saat masih di dalam
perut. Ale memberikan azan dan memakaikan kain kafan untuk anaknya yang
memiliki nama panggilan Aidan. Kelahiran dan kepergian Aidan membuat mereka
sedih. Suatu malam tanpa sengaja Ale menyakiti hati Anya dengan berkata bahwa
Aidan akan bisa hidup jika Anya tidak sibuk dengan pekerjaannya. Sejak saat itu
Anya memilih untuk pisah kamar dengan Ale. Anya merasakan kepercayaannya pada
Ale mulai menghilang. Ia merindukan Ale yang dulu. Ia merasa Tuhan sudah
memberikan sesuai keinginannya, namun Anya lupa minta kepada Tuhan untuk
memberikan suami yang tidak menyalahkan anaknya ketika anak yang dilahirkan
meninggal. Tanpa memberitahu Ale, Anya tidur di lantai di kamar Aidan. Kemanapun
Anya pergi ia selalu membawa sepasang pakaian Aidan. Anya diliputi rasa
bersalah dan kesedihan juga marah kepada Tuhan. Tanpa diketahui Anya pula, Ale
selalu menyempatkan waktu mengunjungi makam Aidan. Setiap melihat keluarga
kecil dengan seorang anak laki-laki, Ale membayangkan bisa bermain bersama Aidan.
Hari ulang tahun Ale tiba dan keluarga
Ale merencanakan memberikan pesta kejutan. Anya yang masih sakit hati dengan ucapan
Ale tetap mengikuti rencana adik-adiknya
Ale. Ia berusaha terlihat biasa-biasa saja di depan keluarga Ale. Anya memberikan
jam tangan sebagai kado untuk suaminya. Jauh di dalam lubuk hati, Anya masih
menganggap Ale sebagai lelaki yang terbaik yang ia cintai. Waktu terus berjalan
dan Anya masih belum bisa mempercayai Ale. Ale resah dan sangat merindukan segala
sesuatu tentang Anya. Ale sangat mencintai istrinya. Tibalah di suatu malam, mereka
berdua akhirnya menceritakan segala sesuatu yang selama ini mengganjal hubungan
mereka. Percakapan malam itu ternyata belum bisa mengembalikan keadaan seperti
semula. Anya mulai sadar bahwa dirinya masih membutuhkan Ale ketika Ale tertimpa
benda berat di parkiran Mall. Anya yang sedang makan malam bersama kedua
sahabat karibnya langsung mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Anya senang
mendengar kabar Ale baik-baik saja.
Mereka berdua pulang bersama-sama ke rumah. Keesokan harinya, Anya pergi ke makam Aidan setelah sekian lama Anya tidak mengunjungi makam anaknya diantar oleh Pak Sudi. Pak Sudi menelfon Ale dan menyampaikan bahwa Anya berkunjung ke makan Aida. Mendengar hal itu, Ale berusaha menyusul Anya ke makam. Ia bertekad menemani Anya dan menguatkan Anya melihat makam anaknya. Keadaan mulai membaik dan Anya hamil kedua kalinya. Anya kembali merasakan kebahagiaan dan menerka-nerka ekspresi Ale mendengar kabar itu.
Novel itu berhasil membuatku
baper dan berimajinasi. Ceritanya memberikan gambaran tentang sebuah asal
muasal permasalahan dalam kehidupan rumah tangga. Cerita yang dibuat dengan
sudut pandang Ale dan Anya membuat aku memahami jalan pikiran masing-masing tokoh.
Tanggapan masing-masing tokoh terhadap permasalahan dan langkah-langkah yang
mereka tempuh untuk menyelesaikan masalah. Critical Eleven adalah keadaan penting dan rawan pada pesawat
yaitu pada 3 menit saat akan lepas landas dan 11 menit saat akan mendarat. Sang
penulis Ika Natassa mampu menganalogikan momen itu dalam sebuah perjalanan percintaan.
Novel ini diakhiri dengan definisi perjalanan dalam berbagai makna dan kalimat
penutup dari si penulis.
Novel ini sangat bagus dan bisa
dibaca oleh setiap pasangan muda yang hendak menikah sebagai gambaran tentang
lika-liku berumah tangga. Sekaligus memotivasi baik perempuan dan laki-laki
untuk terus berusaha menjadi yang terbaik bagi keluarga mereka.